Elephant Kind adalah band pop-rock asal Jakarta yang dibentuk oleh Bam Mastro saat dia berkuliah di Western Australian Academy of Performing Arts. Bam mulai dikenal saat menjadi produser untuk Neonomora, dari situlah dia bertemu dengan Bayu Adisapoetra, John Patton, dan Dewa Pratama yang akhirnya bergabung di Elephant Kind. Pada November 2014, mereka merilis album yang berjudul ‘Scenarios a Short Film by Elephant Kind’.
Sudah berapa lama sih Elephant Kind terbentuk?
Elephant Kind sebentar lagi satu tahunan di akhir April. Kalo pacaran lagi mesra mesranya. Haha. Sebenernya sih udah lebih dari itu, Elephant Kind udah diawalin dari projek skripsi gw dari tahun 2013 awal. Tapi as a band satu tahun.
Apakah pengalaman kalian sekolah di Australia juga memberikan pengaruh dalam warna musik band kalian? Dan apakah teman-teman kalian di sana juga turut membantu dalam mempromosikan musik kalian secara internasional?
Sebenernya yang sekolah di Australia cuman gue aja. Waktu itu gw di ECU dan WAAPA, gw ngambil music technology. I spent more than half of my life overseas, travelling around with my family. I get to see tons of different culture and I think that’s how Elephant Kind’s music was formed and Australia really inspired me as an artist, especially Perth. Teman-teman juga banyak yang bantu karena mereka sangat sangat supportive sama apa yg gw lakuin sebelumnya di Australia. Gw juga udah ada band dan mereka udah mulai mensupport dari situ.
Siapa musisi yang menjadi pengaruh besar dalam karya bermusik Elephant Kind?
Kalo ditanya siapa mungkin yang paling berpengaruh besar adalah orang-orang di sekitar kita selama ini. Mereka yang ngasih kita perspektif hidup yang beragam-ragam yang menjadikan itu musik Elephant Kind. Musically non of us listen to the same style of music. We rarely share things in common in music. Kita selalu main bareng, jalan bareng, brothers from another mothers banget, tapi dengerin lagu bareng-bareng is not something that we do. I don’t know how we became a band, but it happened. We do share the same visions.
Kalian kan mulai terkenal nih di scene musik Jakarta, ada pengalaman manggung yang unik gak sampai saat ini?
Oiya? Mulai terkenal? Thank God. Semoga terkenalnya baik, ya… haha. Pengalaman unik pas manggung di Singapore sih, itu pertama kali kita manggung di luar Jakarta tercinta ini. Karena banyak banget tourists, jadi selesai manggung banyak yang datengin kita bawa CD dan kita selalu nanya nama orangnya pas CD signing dan namanya banyak yang susah untuk dieja jadi kita suka salah tulis. I thought it’s funny.
Apa yang menjadi inspirasi dalam pembuatan EP kalian ‘Scenarios: A Short Film by Elephant Kind’?
Kita tuh seperti banyak orang di luar sana suka nonton film. Kita juga sebenernya punya mimpi bikin film tapi karna kita belom punya knowledge sebanyak itu untuk bikin film ya kita bikin album musik bernuansa film. Story telling. Seperti bed time story yang kita denger dari orang tua kita pas masih kecil jadi kita bayangin sendiri visualnya. Plus I’m a fan of contemporary poetry and spoken words kaya Charles Bukowski so the lyrics have a few profenity in it dan juga ada nuansa contemporary poetry and spoken words.
Deskripsikan musik Elephant Kind dalam 3 kata.
“Some Gangsta Shit!” Haha that’s the best I can do.
Rencana dalam waktu dekat ini? Tur internasional/nasional?
Kita mau release next EP judulnya Promenades which is prequel EP pertama kita, dan kita juga lagi mengerjakan film dan semoga bisa tour nasional internasional dan lainnya. Doain aja lancar, ya.